Minggu, 05 Januari 2020

Jemuahlegian Kegiatan yang Mengikuti Perkembangan Zaman

Guru Madrasah
Tambulan Kenduri yang Tidak Hanya Jajanan Pasar
Jemuahlegian Kegiatan yang Mengikuti Perkembangan Zaman
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya dalam postingan NILAI POSITIF DALAM ‘JEMUAHLEGIAN’ kegiatan ini dapat diartikan sebagai: Kegiatan berkumpulnya sekelompok warga dalam satu lingkungan pada kamis malam jumat setelah magrib  untuk membaca zikir dan doa sambil membawa makanan dan saling menukarkan makanan tersebut.
Definisinya sepertinya dari dulu tetap seperti itu, tetapi bentuk uborampe atau perlengkapannya berbeda. Dulu untuk memanggil warga sekitar musala tempat kenduri (dalam bahasa jawa kenduren atau kendurenan) digunakan kentongan, sekarang meskipun masih ada juga yang menggunakan kentongan sebagai penanda ada pula yang menggunakan pengeras suara. Dalam bahasa Jawa biasanya disiarkan melalui pengeras suara “bapak-bapak ingkang badhe jemuahlegian dipun aturi enggal-enggal kempal teng musholla” (Bapak-bapak yang hendak mengikuti kegiatan jemuahlegian diharapkan segera berkumpul di musala). Itu perkembangan pertama.
Yang kedua, makanan (Jawa: Tambulan)
yang dibawa juga mengikuti perkembangan zaman. Awalnya yang berubah hanya kemasannya. Awalnya wadah untuk membawa makanan adalah ancak (wadah persegi dengan tepi yang terbuat dari punggung daun pisang yang ditusuk dengan bila bambu, menjadi seperti keranjang sederhana sekali pakai), sekarang menggunakan nampan bahkan ada pula yang menggunakan nampan plastik sekali pakai. Kemudian berkembang lagi yang awalnya makan-makanan tersebut ditutup dengan daun pisang, kini sudah ditutup dengan kertas pembungkus makanan (kertas minyak). Dari segi makanan. Dulu yang dibawa adalah makanan (jajanan) khas sederhana yang dibuat khusus untuk acara-acara tersebut, misalnya buah labu yang dikukus dan diberi parutan kelapa, atau membawa makanan lengkap dengan lauk pauknya, atau kue-kue tradisional lain. Sekarang, makanan yang dibawa sebagai tambul memang masih ada yang sama seperti dulu, misalnya nasi dan lauk pauknya, tetapi ada pula (bahkan kecenderungannya hampir semuanya) menggunakan roti bungkus yang biasanya dibeli sebagai makanan ringan. Ada pula yang memang sengaja membeli berbagai macam makanan ringan pabrikan yang dijual di warung-warung sebagai tambulan.


Masalah yang dibahas pun juga berkembang. Dulu tidak pernah dibahas tentang isu terorisme dalam kenduri tiap sebulan sekali tersebut, tetapi sekarang pemimpin doa juga mengingatkan bahaya terorisme dan jangan sampai terlibat. Juga isu-isu sosial lain yang sedang hangat dibicarakan dalam lingkungan komunitas tersebut.

Meskipun mengalami perkembangan dan penyesuaian dengan keadaan dan kemajuan zaman, esensi dari kenduri Jemuahlegian tetaplah kokoh dan tidak berubah. Yaitu menjadi wadah dakwah dan interaksi dengan tuhan dan warga (tetangga) sekitar rumah.